Kamis, 04 Oktober 2007

Belajar Dari Seorang Bapak Tua

Dalam sebuah perjalanan, saat saya dan suami sedang menikmati makan siang sederhana - entah mengapa saya dihadirkan 2 pemandangan amat sangat kontradiktif. Ya saya yakin, saya sedang dihadirkan sebuah pembelajaran kehidupan yang sejati.

" Bu, 500 rupiah saja " pinta si gadis cilik. Oh, pengemis-pun sekarang sudah pasang tarif kata saya dalam hati, mengingat pengalaman koin 200 perak yang pernah saya beri ke seorang peminta2 di pasar dibuang. Sudah terlalu tidak berhargakah nilai rupiah kini ?

" Bu bantu 1000 rupiah " pinta pengemis lain. Kini seorang ibu dengan bayi kecil dalam gendongan. Sayang fisik kuat di usia produktifmu kau isi sia-sia dengan hanya menengadahkan tangan meminta-minta.

Tidak ada satupun rengek-an, hingga sedikit "paksaan" dari pengemis itu yang membuat saya tergugah mengulurkan tangan. Bukan karena pelit, hanya saja situasinya menurut saya tidak mendidik. Masih banyak peminta2 lain yang mengantri untuk melakukan hal yang sama.

Disaat lain saat hendak membayar makanan yang sudah kita nikmati, datang lagi pedagang acung yang menawarkan kipas dan patung khas Bali. Seorang bapak Tua, namun masih sigap menjajakan dagangan.
" 5000 saja, Dik untuk 2 kipas " katanya tersenyum meninggalkan gurat keriput di muka tuanya. Jujur saya tersentuh mengingat orang tua yang juga sudah mulai memasuki usia senja.
Saya keluarkan 5000 dari kantong saya.
" Ini buat bapak " tulus hati memberi si bapak tua itu.
" Dik, ambil 2 kipas ini " sahutnya
" Nggak Pak, biar buat Bapak saja " kata saya dengan harapan 2 kipas itu bisa dia jual lagi ke orang lain.
" Maaf dik, jika adik ga mau ambil kipasnya. Ambil saja uangnya. Saya bukan pengemis. Saya masih kuat untuk cari makan walau harus mengacung. Sambil mengisi hari tua saya, mengabdikan diri pada agama" sambil tersenyum simpatik

Duh, malu. Saya tersentak dan tersentuh mendengar kata-kata si Bapak Tua itu seraya mengambil 2 kipas yang sudah saya beli.

Tidak ada komentar: